A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti mendambakan kesehatan sepanjang
hidupnya, baik kesehatan fisik dan psikis. Karena perubahan gaya hidup
masyarakat modern seperti makan makanan siap saji (fast food), makan tinggi
lemak/ kolesterol, kebiasaan minum minuman beralkohol, merokok mengakibatkan
timbulnya berbagai macam penyakit.
Cerebrovascular Disease/CVD/Stroke merupakan salah
satu penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit infeksi dan jantung koroner.
Selain itu stroke merupakan penyebab kecacatan terbanyak pada kelompok usia
dewasa. Jumlah penderita stroke di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun, dari data dasar rumah sakit terdapat 63,52 per 100.000 penduduk pada
kelompok usia di atas 65 tahun menderita stroke, secara kasar tiap hari dua
orang di Indonesia terkena serangan stroke (http/www.Kompas.com/ Kesehatan
Kompas, Stroke Hilangkan Waktu Produktif, Senin 11 Juli 2005). Para penderita
stroke tidak hanya memerlukan biaya tinggi untuk pengobatan maupun rehabilitasi
namun terancam kehilangan waktu produktifnya. CVD biasanya akibat/kelanjutan
dari penyakit-penyakit sebelumnya seperti DM, Hipertensi.
Di sini peran perawat sangat diperlukan untuk
mengurangi jumlah penderita CVD dengan cara memberikan penyuluhan “mengenai CVD
tentang penyebab, tanda gejala, faktor-faktor orang yang beresiko terkena CVD,
komplikasi, perawatan pada pasien CVD, maupun cara mencegah terjadinya CVD
berulang. Oleh karena itu peran perawat melalui home care sangat dibutuhkan di
keluarga-keluarga yang mempunyai anggota keluarga menderita CVD. Selain itu
pendampingan secara fisik dan psikologis dari keluarga sangat diperlukan oleh
pasien sendiri dalam menjalani hidup.
A. KONSEP DASAR MEDIK
- Definisi
·
Cerebrovascular Disease adalah: gangguan yang
mempengaruhi aliran darah ke otak dan dapat mengakibatkan gangguan neurologik.
(Lewis, 2000, hal. 1645).
·
Cerebrovascular Disease adalah: kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Brunner and Suddarth, 2002, hal. 2131).
·
Strok adalah penyakit yang menyerang persarafan
yang biasanya timbul pada lansia,yang dapat menyebabkan individu tersebut
lumpuh sebagian atau lumpuh total.
- Klasifikasi
CVD/Stroke umumnya dibagi dalam 2
golongan yaitu:
a.
Stroke perdarahan (Hemoragik)
b.
Stroke non perdarahan (Non hemoragik)
3. Anatomi Fisiologi
Otak dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu serebrum,
batang otak, serebellum. Semuanya berada dalam satu struktur tulang yang
disebut tengkorak. Otak dibungkus oleh selaput otak (meningen) yang terdiri
dari 3 lapisan:
a.
Duramater, lapisan paling luar berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat yang bersifat liar, tebal, elastis, berupa serabut dan
berwarna abu-abu.
b.
Arakhnoid, merupakan lapisan bagian tengah yang
memisahkan duramater dengan piamater. Lapisan ini bersifat tipis dan lembut
menyerupai sarang laba-laba, berwarna putih, karena tidak dialiri darah. Pada
dinding arakhnoid terdapat pleksus yang memproduksi cairan serebrospinal.
c.
Piamater, merupakan lapisan yang paling dalam.
Bagian-bagian otak :
a.
Serebrum (otak besar)
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, terdapat 4 lobus,
yaitu:
1.
Lobus frontalis, area ini mengontrol perilaku individu,
membuat keputusan kepribadian, dan menahan diri. Juga merupakan pusat tertinggi
dan fungsi otonom, seperti respon kardiovaskuler dan aktivitas
gastrointestinal.
2.
Lobus parietal, area ini menginterpretasikan sensasi.
Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya dan pergerakan.
3.
Lobus temporalis, area ini menginterpretasikan sensasi
bau, pendengaran, dan keragaman bunyi. Kerusakan pada lobus ini menimbulkan
gangguan dalam mengerti bahasa. Sel yang berfungsi dalam mengerti bahasa;
disebut Wernick’s area. Ingatan jangka pendek dan intelektual sangat
berhubungan dengan daerah ini.
4.
Lobus oksipital, area ini merupakan pusat penglihatan.
Fungsi serebrum yang terdiri dari ingatan pengalaman-pengalaman yang lalu,
pusat persyarafan yang menangani aktivitas mental, akal, intelegensi, keinginan
dan memori, pusat menangis, BAB dan BAK.
b.
Batang otak
Terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata.otak tengah
berfungsi: refleks penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan . pons
berfungsi: menghubungkan kedua hemisfer serebrum serta menensefalon dengan medulla oblongata di
bawah. Medulla oblongata berfungsi: sebagai pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan mengeluarkan air
liur dan muntah. Diensefalon berisi thalamus sebagai pusat penyambung sensasi
bau yang diterima. Hipotalamus berfungsi untuk mempertahankan pengaturan suhu
tubuh. Kelenjar hipofisis menghantarkan stimulus yang berhubungan dengan
pergerakan otot, refleks penglihatan dan pendengaran. Pons menghantarkan impuls
ke pusat otak, dan medula oblongata berperan dalam kontrol fungsi pernafasan
bersin, menelan, batuk, pengeluaran saliva, muntah dan vasokonstriksi.
c.
Serebellum (otak kecil)
Berperan dalam rangsangan, menghambat dan tanggung jawab terhadap
koordinasi dan gerakan halus.
Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima + 20% dari curah
jantung atau 750 ml/menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan karena otak tidak
menyimpan makanan, sementara otak mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Darah arteri mengalir mengisi dari bawah dan vena mengalir dari atas.
Pembuluh darah arteri otak
Otak mendapat darah dari dua pembuluh darah besar
yaitu dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri karotis
interna memberikan sirkulasi darah otak bagian anterior. Arteri vertebral
berasal dari arteri subklavia. Arteri vertebral ini bergabung membentuk arteri
basilar dan selanjutnya bercabang membentuk kedua arteri serebral posterior
yang mensuplai permukaan otak interior dan mediana, juga bagian lateral lobus
oksipital.
Daerah-daerah yang sering mengalami sumbatan adalah
arteri vertebro basilaris, arteri karotis interna, arteri serebri anterior,
arteri serebri posterior dan arteri serebri media. Sumbatan ini mengakibatkan
gangguan aliran darah ke seluruh lobus-lobus yang ada di otak besar.
Sirkulus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah
lingkaran arteri terbentuk di antara rangkaian arteri karotik internal dan
vertebral. Lingkaran ini disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari
cabang-cabang arteri karotik internal, anterior dan arteri serebral bagian
tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Aliran darah dari sirkulus
willisi memberi rute alternatif pada aliran darah jika arteri tersumbat karena
spasme vaskuler, emboli atau karena trombus dapat menyebabkan sumbatan aliran
darah ke distal neuron-neuron dan hal ini mengakibatkan sel-sel neuron cepat
nekrosis.
Etiologi
-
Trombosis
-
Emboli
-
Perdarahan (Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarahnoid)
Faktor Resiko
Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko CVD:
-
Gaya hidup
·
Konsumsi alkohol
·
Merokok
·
Obesitas
·
Makan makanan berkadar lemak tinggi
·
Penggunaan obat-obatan dan narkotika.
-
Kondisi patologis
·
Cardiac disease
·
DM
·
Hipertensi
·
Anemia
·
Migrain/sakit kepala hebat
4. Patofisiologi
* Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak
yang menempel pada pembuluh darah akan mengganggu aliran darah bila
terjadi diotak maka akan menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah sehingga
akan mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila dalam
waktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark dan terjadi
kematian jaringan otak.
* Emboli.
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yang akan
mengikuti aliran darah hingga sampai pada otak dan akan menempel pada pembuluh
darah di otak. Bila terjadi pada pembuluh darah kecil akan menimbulkan
sumbatan, Gejala muncul tergantung dari daerah yang disuplai oleh pembuluh
darah tersebut.
* Hemoragi Intraserrebral.
Pecah pembuluh darah akan menekan
jaringan otak dan menurunkan aliran darah sehingga terjadi iskemi dan akhirnya
infark.
* Hemoragi Subarakhnoid.
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak akan sehingga terjadi edema serebri yang
dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi di hipoksia lalu iskemik dan bila terjadi lama maka akan infark dan
akhirnya kematian jaringan.
- Tanda dan Gejala
-
Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi bagian tubuh)
-
Paralisis
-
Gangguan komunikasi (aphasia)
-
Keterbatasan lapang pandang
-
Kesulitan menelan (dispagia)
-
Inkontinensia urine
-
Pusing, tidak nafsu makan, mual, muntah.
- Pemeriksaan Diagnostik
a.
CT Scan (Computerized Tomography Scan)
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik
c.
Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke seperti: perdarahan.
d.
EEG (Electro Encephalogram)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
e.
Pungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan, biasanya ada trombosis, emboli serebral dan
TIA.
- Komplikasi
a.
Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari
oksigen yang ke otak tidak adekuat
b.
Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan
Na+ dalam cairan ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel
sehingga menarik cairan ke intra sel yang mengakibatkan terjadinya edema
serebri.
c.
Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena
adanya sumbatan di otak.
8. Terapi dan Pengelolaan Medik
a.
Terapi kortikosteroid
b.
Diuretika: untuk mengurangi edema.
c.
Antikoagulan: mencegah terjadinya trombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
d.
Pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
e.
Pemberian nutrisi dan cairan intravena yang adekuat.
f.
Istirahat tirah baring.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a.
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-
Riwayat hipertensi, DM, penyakit DM.
-
Riwayat CVD sebelumnya
-
Merokok
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Anoreksia
-
Mual
-
Muntah
-
Dispagia (kesulitan menelan)
-
Gangguan pengecapan dan menelan
c.
Pola eliminasi
-
Inkontinensia urine dan alvi
-
Oliguri
-
Konstipasi
d.
Pola aktivitas dan latihan
-
Gangguan tonus otot (spastik)
-
Kehilangan koordinasi keseimbangan
-
Hemiparesis
-
Hemiplegia
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Sulit tidur
f.
Pola persepsi kognitif
-
Kehilangan memori
-
Gangguan bicara
-
Nyeri/sakit kepala, kaku kuduk
-
Gangguan fungsi sensori penglihatan, penghiduan,
pendengaran, perabaan, pengecapan.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Perubahan kepribadian dan emosi
-
Rendah diri
-
Cemas
h.
Pola peran dan hubungan dengan sesama
-
Emosi labil
-
Perubahan tingkah laku dan peran
i.
Pola reproduksi seksualitas
-
Perubahan pola hubungan seksual
j.
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
-
Depresi
-
Penyangkalan terhadap penyakit
-
Cara mengatasi masalah
k.
Pola sistem nilai kepercayaan
-
Ketidakmampuan penatalaksanaan ibadah
- Diagnosa Keperawatan
a.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak.
b.
Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan
kelemahan/paralisis otot.
c.
Gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan/paralisis
otot menelan.
d.
Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol urin.
e.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
f.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
sebagian tubuh.
g.
Gangguan harga diri berhubungan dengan kehilangan
fungsi peran.
h.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan aphasia.
i.
Ketidakefektifan manajemen terapeutik berhubungan
dengan kurangnya informasi.
- Perencanaan Keperawatan
DP.1. Perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
HYD: Klien tidak mengalami peningkatan TIK, tidak
terjadi penurunan tingkat kesadaran, tidak mengeluh sakit kepala, stabilnya
atau meningkatnya nilai GCS.
Intervensi:
a.
Monitor tanda-tanda adanya peningkatan TIK tiap jam.
R/ Peningkatan TIK menyebabkan terganggunya
perfusi jaringan serebral.
b.
Kaji tanda-tanda delirium dan gelisah.
R/ Sebagai indikator adanya peningkatan TIK.
c.
Observasi TTV (S, N, TD, HR).
R/ Indikator yang menunjukkan gangguan sirkulasi.
d.
Observasi status neurologis dan bandingkan dengan
keadaan normal.
R/ Menunjukkan perubahan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK.
e.
Atur posisi kepala maksimal 15oAtau tanpa
bantal.
R/ Meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral dan
mengurangi resiko peningkatan TIK.
f.
Berikan istirahat/tirah baring.
R/ Aktivitas berlebih dapat meningkatkan TIK.
g.
Cegah mengejan saat defekasi.
R/ Defekasi dapat merangsang terjadinya valsava
manuver dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan.
h.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
antikoagulasi.
R/ Meningkatkan dan memperbaiki aliran darah
serebral dan mencegah terjadinya trombus.
DP.2. Gangguan menelan berhubungan dengan
kelemahan/paralisis otot menelan.
HYD: -
Klien dapat menelan dan tidak tersedak.
-
Intake makan meningkat
Intervensi:
a.
Kaji kemampuan pasien dalam menelan.
R/ Mengetahui sejauh mana pasien dapat menelan.
b.
Beri posisi duduk saat makan atau sesudah makan +
30 menit.
R/ Mencegah aspirasi.
c.
Berikan makan dalam porsi kecil.
R/ Stimulus untuk latihan menelan.
d.
Berikan makan lunak.
R/ Mempermudah dalam menelan.
e.
Kolaborasi dengan petugas gizi untuk pemberian diit
yang sesuai.
R/ Menentukan diit yang sesuai dengan pasien.
DP.2. Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan
kelemahan/ paralisis otot.
HYD: - Tidak
ada tanda dan gejala aspirasi
-
Mampu menelan makanan dan minuman tanpa tersedak.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kemampuan pasien untuk menelan.
R/ Menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
b.
Berikan perawatan oral setelah makan.
R/ Menjaga kebersihan mulut.
c.
Berikan posisi duduk atau setengah duduk ketika makan
dan 30 menit setelah makan.
R/ Merupakan teknik gravitasi untuk mencegah
terjadinya aspirasi.
d.
Ajarkan pasien untuk menggigit makanan sedikit demi
sedikit dan meletakkan di bagian mulut yang tidak lumpuh.
R/ Menstimulasi kemampuan menelan dan menghindari
terjadinya aspirasi.
e.
Konsultasikan dengan ahli diit kebutuhan akan perubahan
makanan/ minuman bila diperlukan.
R/ Kolaborasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan untuk diit yang tepat.
DP.3. Perubahan eliminasi: urine berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol urin.
HYD: Urine dalam keadaan normal + 1500
cc/hari.
Intervensi:
a.
Kaji adanya inkontinensia urine.
R/ Menentukan intervensi selanjutnya.
b.
Kaji warna dan jumlah urine tiap hari.
R/ Mendeteksi adanya infeksi.
c.
Anjurkan minum 2000 cc/hari bila tidak ada
kontraindikasi.
R/ Meningkatkan jumlah urine.
d.
Rawat kateter tiap hari bila pasien menggunakan
kateter.
R/ Mencegah timbulnya infeksi.
DP.4. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan
kelemahan.
HYD: -
Klien dapat mobilisasi secara bertahap.
-
Klien dapat menggerakkan ekstremitas yang mengalami
kelemahan secara bertahap.
Intervensi:
a.
Berikan latihan ROM pada ekstremitas sejak awal.
R/ Mempertahankan tonus otot, meningkatkan
sirkulasi dan mencegah kontraktur.
b.
Ubah posisi tiap 2 jam.
R/ Mencegah terjadinya kerusakan integritas
kulit.
c.
Beri sokongan pada ekstremitas.
R/ Mencegah terjadinya kontraktur.
d.
Anjurkan klien melakukan latihan ROM sendiri selama
15-30 menit bila memungkinkan.
R/ Mencegah kekakuan otot.
e.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
relaksasi otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti baklofen, dan trolen.
R/ Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas
pada ekstremitas yang terganggu.
DP.5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan sebagian tubuh.
HYD: Klien dapat melakukan perawatan diri secara
bertahap.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
R/ Mengetahui kebutuhan klien yang perlu bantuan.
b.
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti: mandi,
makan, BAK, BAB, berpakaian.
R/ Membantu kebutuhan dasar pasien sesuai
kemampuannya.
c.
Dekatkan alat-alat bantu dan peralatan yang biasa
dipakai klien.
R/ Klien dapat menjangkau dengan mudah.
d.
Pasang hek tempat tidur klien.
R/ Mencegah terjadinya cidera.
e.
Berikan umpan balik positif untuk usaha yang dilakukan
klien.
R/ Meningkatkan kemandirian dan mendorong pasien
untuk berusaha secara kontinu.
DP.6. Gangguan harga diri berhubungan dengan
kehilangan fungsi peran.
HYD: - Klien dapat berkomunikasi dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah terjadi.
-
Klien mampu mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri.
Intervensi:
a.
Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan
derajat ketidakmampuan.
R/ Penentuan faktor-faktor secara individu
membantu dalam menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
b.
Identifikasi arti dari kehilangan/disfungsi perubahan
pada pasien.
R/ Respon klien berbeda bisa efektif dan tidak
efektif.
c.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ Mengidentifikasikan terhadap penerimaan/penolakan
klien terhadap keadaannya.
d.
Gunakan teknik mendengarkan pada saat bersama klien.
R/ Menunjukkan perhatian kepada klien.
e.
Kolaborasi ke psikolog bila klien mengalami gangguan
jiwa karena keadaannya.
R/ Psikolog dapat memberikan bantuan penuh
terhadap gangguan jiwa klien.
DP.7. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
aphasia.
HYD: - Klien dapat memahami komunikasi dengan
orang lain.
-
Klien dapat menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.
Intervensi:
a.
Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi secara verbal.
R/ Mengetahui tingkat kemampuan klien untuk
bicara.
b.
Beri dukungan klien untuk aktif berkomunikasi secara
verbal.
R/ Melatih dan mengembalikan minat bicara secara
bertahap.
c.
Anjurkan keluarga/orang terdekat untuk mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi dengan klien.
R/ Mengurangi isolasi sosial klien dan
menciptakan komunikasi yang efektif.
d.
Berdiri di depan klien saat berbicara.
R/ Membantu klien untuk dapat membaca gerakan
bibir dan tangan perawat untuk memperlancar komunikasi.
e.
Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan cepat.
R/ Nada tinggi dapat merusak fungsi telinga dan
menimbulkan pasien marah.
f.
Kolaborasi dengan ahli terapi wicara.
R/ Membantu klien latihan wicara.
DP.8. Ketidakefektifan manajemen terapeutik
berhubungan dengan kurangnya informasi.
HYD: - Klien mampu mendemonstrasikan latihan gerak
secara aktif dan pasif.
-
Mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan
aturan terapeutik.
Intervensi:
a.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga.
R/ Menentukan intervensi/tindakan selanjutnya.
b.
Berikan penjelasan kepada klien/keluarga tentang proses
penyakit, perawatan, diet dan obat.
R/ Klien dan keluarga dapat merawat selama di
rumah.
c.
Jelaskan tentang pentingnya pengobatan lanjutan di
rumah dan kontrol teratur.
R/ Mencegah penyakit berulang dan tambah parah.
d.
Jelaskan ke klien tentang latihan aktif dan pasif.
R/ Mencegah kekakuan otot ekstremitas.
- Perencanaan Pulang
a.
Anjurkan pasien untuk tidak merokok dan minum minuman
beralkohol.
b.
Anjurkan pasien untuk menggunakan koping mekanisme
adaptif dalam menangani stres.
c.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diitnya.
d.
Jelaskan ke pasien dan keluarga tentang penyakit yaitu
penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, perawatan selama di rumah.
e.
Anjurkan keluarga untuk ikut serta dalam merawat pasien
selama di rumah.
f.
Anjurkan pasien untuk ikut kelompok/wadah penderita
stroke.
g.
Jelaskan pada keluarga dan pasien tanda-tanda stroke
berulang.

Brunner and Suddarth.(2001). Textbook of Medical Surgical Nursing
. Alih Bahasa: dr.Andry Hartono (2002) Keperawatan Medikal Bedah .
Edisi 8 Volume 3. Jakarta . EGC
Doengoes Marilynn E. (1993). Nursing Care Plan,Guidelnes for Planning
and Documenting Patient Care. Alih Bahasa: I Made Kariasa SKp (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta EGC
Guyton & Hall. (1996). Textbook
Of Medical Physiologi. Alih Bahasa: dr.Irawati Setiawan(1996). Fisilogi Kedokteran. Jakarta
.EGC
Hardjasaputra Purwanto(2002). Data Obat Indonesia Edisi 10.
Jakarta.Grafidian Medipress.
Http://www.Kompas.com/
Kesehatan Kompas. Stroke Hilangkan
Waktu Produktif, Senin 11Juli 2005.
Ignativisius D.Donna VB.Marilynn
(2002). Medical Surgical Nursing
Assesment and Management fo rContinuity of Care. Fifth Edition .
Philadelphia. W.B Saunders Company.
Iskadar J.Dr. (2002). Pencegahan Dan Pengobatan Stroke.
Jakarta. PT. Buana Ilmu Populer.
Lewis,Sharon Mantik (2002). Medical Surgical Assesment And
Managementof Clinical Problems, Fifth Edition .Mosby Inc.
Luckman and Sorensens (1993). Medical Surgical Nursing a
Psychophysiologic Approach. Fifth Edition. W.B Saunders Company.